2019 masih ada kasus stunting di Indonesia? Di pulau Jawa? 30 menit dari kota magelang? Saya kok nggak percaya ya?
Itu yang ada di pikiran saya saat menempuh perjalanan sejauh 60 kilometer dari kota Yogya menuju Desa Tanjunganom, Kepil, Wonosobo.
Pikiran saya ternyata salah, di Kepil, masih ada desa yang perlu diintervensi karena angka stunting yang cukup tinggi. Tidak hanya di Kepil, masih banyak daerah di Indonesia yang memiliki jumlah balita stunting yang cukup tinggi. Lho, apa sih stunting itu dan apa dampaknya bagi balita yang terkena stunting?
Berkenalan dengan Stunting, Bukan Penyakit tapi Berbahaya
Stunting atau anomali dalam tumbuh kembang anak yang divisualisasikan dari kurangnya tinggi badan, lingkar kepala atau ukuran pertumbuhan anak sesuai standar WHO memang sedang jadi hot topic di penghujung tahun 2019 ini.
Sudah beberapa kali saya diwanti-wanti, nanti kalo punya anak jangan lupa lho diukur terus tinggi dan berat badannya!
Waktu itu saya belum ada bayangan kenapa. Ternyata, tumbuh kembang anak itu ada standarnya ya? Ya betul sekali, terdapat standar tumbuh kembang anak. Jika anak poinnya -2 dari standar deviasi tumbuh kembang anak, maka anak fix stunting. Jadi pendek belum tentu stunting, tapi stunting sudah pasti pendek.
Penyebab Stunting
FYI, stunting bukan penyakit, melainkan sebuah keadaan yang irreversible dimana tumbuh kembang anak dibawah rata-rata. Penyebab stunting antara lain; bayi lahir dengan berat badan yang rendah, kurangnya asupan gizi selama 1000 hari pertama kehidupan, dan sanitasi yang kurang baik sehingga anak terkena bakteri yang menyebabkan infeksi apalagi jika ketika kecil bayi terkena infeksi berulang.
Jadi stunting bukan penyakit melainkan akibat, begitu.
Inget, periode emas tumbuh kembang anak di 1000 hari pertama kehidupan itu dimulai sejak anak didalam kandungan loh ya! Jadi perencanaan gizi yang baik sejak hamil sampai masa menyusui dan menyapih anak tetep penting!
Apa bahaya stunting? BANYAK ibu-ibu. Anak-anak yang mengalami stunting kedepannya akan lebih rentan terkena penyakit kronis seperti jantung, diabetes dan lain-lain, sistem imunnya juga akan lebih rentan sehingga anak mudah sakit, kemudian juga kemampuan kognitifnya akan menurun sehingga sulit mengikuti pelajaran di sekolah.
Ternyata stunting itu bahaya ya :( lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi stunting?
Nah untuk mengatasi stunting haruslah dilakukan perencanaan gizi yang tepat dan penerapan perilaku hidup bersih. Tapi yang paling penting; orangtua harus sadar dulu apa itu stunting, apa bahayanya, dan bagaimana cara mencegahnya.
Masih banyak loh orangtua yang belum sadar akan bahaya stunting atau bahkan apa itu stunting pada anak, terutama di kehamilan yang tak terencana.
Kehamilan tak terencana ini sebenernya bahaya loh. Jika orangtua tidak siap menghadapi kehamilan maka anak umumnya tidak mendapatkan nutrisi yang seharusnya didapatkan selama kehamilan, bahkan mungkin tidak mendapatkan ASI eksklusif, meskipun orangtuanya mampu memberikan ASI dengan berbagai alasan :(
ada seorang teman yang saya ceritain kalo saya sempat membahas soal stunting, kemudian dia bertanya: "Stunting itu apaan sih? apanya stuntman?"
Maka dari itu harus ada intervensi di daerah-daerah yang memiliki angka stunting tinggi, supaya orangtua dan masyarakat sadar betul apa itu stunting dan bahayanya.
Program Kampung Anak Sejahtera
Disinilah Program Kampung Anak Sejahtera hasil kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Foodbank Indonesia berjalan.
Program lintas sektor ini melibatkan pemerintah, sektor usaha, masyarakat dan media untuk sama-sama memerangi stunting dengan bekerjasama melakukan Pelatihan Pembuatan Pangan Lokal untuk Balita.
Lho apa hubungannya pangan lokal dengan stunting?
Rupanya selama ini banyak sekali masyarakat yang mengonsumsi makanan tanpa memedulikan nilai gizinya. Makanan bergizi sendiri menjadi tidak menarik karena selama ini image makanan bergizi dianggap: tidak enak, tidak mudah didapatkan, harganya mahal dan sebagainya. Padahal sebenarnya makanan bergizi bisa kita dapatkan dengan mudah disekitar kita loh!
Jika image makanan bergizi ini berubah dan kegiatan masak memasak jadi sesuatu yang menyenangkan bagi ibu-ibu, maka pelan-pelan stunting bisa diatasi.
Nah untuk menyemangati para ibu-ibu untuk menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak dan keluarga, Foodbank Indonesia bekerjasama dengan KemenPPPA menggelar cooking class supaya para ibu-ibu punya inspirasi menyediakan menu sehat yang mudah dan lezat. Menu yang diajarkan kepada ibu-ibu kali ini adalah brownies singkong dan nugget ayam.
Disini saya bertemu dengan Pak Hendra Jamal, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Kesejahteraan KemenPPPA dan Pak Hendro Utomo, pendiri Foodbank Indonesia dan mendengar cerita mereka selama bertahun-tahun mencoba mengentaskan stunting di berbagai daerah.
Menurut Pak Jamal, pemenuhan gizi anak merupakan bagian dari perlindungan hak-hak anak loh! Jadi gizi anak juga harus dipenuhi oleh orangtua dengan sebaik mungkin karena itu adalah hak anak juga. Nah untuk itu, orangtua khususnya para ibu yang banyak terlibat dalam mengurus anak harus diedukasi soal gizi dan nutrisi. Caranya biar fun? Ya dibuatlah acara-acara seperti ini supaya para ibu terinspirasi dan semangat mengolah makanan bergizi.
Pak Hendro dari foodbank juga mengiyakan, karena sebenarnya orangtua bisa memanfaatkan bahan pangan lokal yang tersedia dilingkungan sekitar kita untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Kalau bahan pangan lokal (apalagi yang ditanam di lingkungan rumah) kan jelas asal-usulnya, apabila diolah dengan baik bisa punya nilai gizi yang tinggi!
Bahu membahu dengan pemerintah desa dan aparatur desa dan dusun, KemenPPPA dan Foodbank Indonesia bersama-sama nih membuat program-program menarik seperti makan bareng balita untuk menstimulasi anak-anak makan bersama, juga membiasakan para ibu untuk memasak makanan yang bergizi tinggi.
Hanya saja, untuk membuat panganan yang bergizi memang ga cukup kalo cuma sekedar 'sehat'. Apalagi anak-anak sekarang sudah terbiasa dengan aneka makanan yang menarik dari segi bentuk dan warna, jadi orangtua harus kreatif untuk mengakali kondisi ini.
Nah di cooking class ini, dengan panduan dari Chef Nana, para ibu-ibu desa tanjunganom belajar cara mengolah singkong dan sayur-sayuran menjadi makanan yang bergizi dan menarik.
Karena biasanya anak-anak nggak suka sayur, Chef Nana mengajarkan resep nugget ayam sayur. resepnya ini gampang banget, cukup menggunakan sayur-sayuran yang dicincang dan daging ayam giling yang dijadikan adonan, dikukus dan ditaburi tepung panir sebelum digoreng. Nugget ayam sayur ini juga bisa disimpan dikulkas sehingga ibu-ibu bisa membuat dalam jumlah besar dan dibekukan.
Kita yang orang dewasa aja kalo disuruh makan sayur terus pasti muak, apalagi anak-anak yang lidahnya jauh lebih sensitif kan? makanya diperlukan tips dan trik untuk mengolah sayur-sayuran jadi makanan yang lezat dan bernilai gizi tinggi tapi tetap menarik di mata anak-anak!
Saya masih ingat waktu saya kecil, ibu saya suka mengolah sayur-sayuran dengan cara mencincang hingga nggak ketauan kalo itu adalah sayur supaya saya mau makan sayur. Lama kelamaan saya jadi terbiasa juga kok dengan rasa sayur, bahkan sekarang saya suka banget sama sayur. Jadi kalo sayur diolah dengan kreatif, maka anak-anak juga jadi pede untuk makan sayur karena sudah tertanam mindset bahwa sayur itu enak.
Selain nugget dari ayam dan sayur, singkong yang mudah didapatkan disekitar Kepil juga diolah menjadi brownies singkong. Resepnya mudah sekali dan tidak membutuhkan oven maupun mixer. Rasa brownies ini nggak kalah sama brownies chain-chain besar loh! tapi yang terpenting adalah bahannya murah dan mudah didapatkan.
Sehabis masak memasak bahkan sudah ada beberapa ibu-ibu yang 'siap memesan' masakan teman-temannya karena memang rasanya enak sekali. Hangatnya canda dan tawa antara para ibu dan relawan bener-bener bikin semangat!
Makanan dengan bahan-bahan lokal, apalagi yang organik dan tumbuh di halaman rumah kita sendiri tentunya lebih sehat ketimbang jajanan-jajanan yang tidak jelas asal muasalnya. Emang sih, awalnya pasti butuh effort lebih, tapi percaya deh, masa depan anak yang sehat cukup bergantung dari apa yang kita lakukan sekarang.
Nah karena di dusun Bungasan, desa Tanjunganom, Kepil Wonosobo ini sudah terbentuk relawan kampung anak sejahtera, harapannya sih kedepannya program ini akan terus berlangsung. Melihat antusiasme para ibu sih saya yakin program ini akan berlanjut terus, karena mereka begitu antusias mengikuti kegiatan memasak dan makan bareng balita ini.
Program serupa juga sudah berlangsung sejak bulan Juli di tempat-tempat lain yaitu di Desa Bulagor, Kabupaten Pandeglang; Desa Cibatok Dua, Kabupaten Bogor; Desa Selomirah, Kabupaten Magelang dan Desa Tambak Kalisogo, Kabupaten Kalisogo. Jadi bukan hanya di Wonosobo juga melainkan sudah ada lokasi-lokasi lain yang menjadi target dari program Kampung Anak Sehat ini.
Harapannya, di kemudian hari kasus stunting akan berkurang bahkan hilang sama sekali. Semoga saja demikian ya!
2019 masih ada kasus stunting di Indonesia? Di pulau Jawa? 30 menit dari kota magelang? Saya kok nggak percaya ya?
Itu yang ada di pikiran saya saat menempuh perjalanan sejauh 60 kilometer dari kota Yogya menuju Desa Tanjunganom, Kepil, Wonosobo.
Pikiran saya ternyata salah, di Kepil, masih ada desa yang perlu diintervensi karena angka stunting yang cukup tinggi. Tidak hanya di Kepil, masih banyak daerah di Indonesia yang memiliki jumlah balita stunting yang cukup tinggi. Lho, apa sih stunting itu dan apa dampaknya bagi balita yang terkena stunting?
Berkenalan dengan Stunting, Bukan Penyakit tapi Berbahaya
Stunting atau anomali dalam tumbuh kembang anak yang divisualisasikan dari kurangnya tinggi badan, lingkar kepala atau ukuran pertumbuhan anak sesuai standar WHO memang sedang jadi hot topic di penghujung tahun 2019 ini.
Sudah beberapa kali saya diwanti-wanti, nanti kalo punya anak jangan lupa lho diukur terus tinggi dan berat badannya!
Waktu itu saya belum ada bayangan kenapa. Ternyata, tumbuh kembang anak itu ada standarnya ya? Ya betul sekali, terdapat standar tumbuh kembang anak. Jika anak poinnya -2 dari standar deviasi tumbuh kembang anak, maka anak fix stunting. Jadi pendek belum tentu stunting, tapi stunting sudah pasti pendek.
Penyebab Stunting
FYI, stunting bukan penyakit, melainkan sebuah keadaan yang irreversible dimana tumbuh kembang anak dibawah rata-rata. Penyebab stunting antara lain; bayi lahir dengan berat badan yang rendah, kurangnya asupan gizi selama 1000 hari pertama kehidupan, dan sanitasi yang kurang baik sehingga anak terkena bakteri yang menyebabkan infeksi apalagi jika ketika kecil bayi terkena infeksi berulang.
Jadi stunting bukan penyakit melainkan akibat, begitu.
Inget, periode emas tumbuh kembang anak di 1000 hari pertama kehidupan itu dimulai sejak anak didalam kandungan loh ya! Jadi perencanaan gizi yang baik sejak hamil sampai masa menyusui dan menyapih anak tetep penting!
Apa bahaya stunting? BANYAK ibu-ibu. Anak-anak yang mengalami stunting kedepannya akan lebih rentan terkena penyakit kronis seperti jantung, diabetes dan lain-lain, sistem imunnya juga akan lebih rentan sehingga anak mudah sakit, kemudian juga kemampuan kognitifnya akan menurun sehingga sulit mengikuti pelajaran di sekolah.
Ternyata stunting itu bahaya ya :( lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi stunting?
Nah untuk mengatasi stunting haruslah dilakukan perencanaan gizi yang tepat dan penerapan perilaku hidup bersih. Tapi yang paling penting; orangtua harus sadar dulu apa itu stunting, apa bahayanya, dan bagaimana cara mencegahnya.
Masih banyak loh orangtua yang belum sadar akan bahaya stunting atau bahkan apa itu stunting pada anak, terutama di kehamilan yang tak terencana.
Kehamilan tak terencana ini sebenernya bahaya loh. Jika orangtua tidak siap menghadapi kehamilan maka anak umumnya tidak mendapatkan nutrisi yang seharusnya didapatkan selama kehamilan, bahkan mungkin tidak mendapatkan ASI eksklusif, meskipun orangtuanya mampu memberikan ASI dengan berbagai alasan :(
ada seorang teman yang saya ceritain kalo saya sempat membahas soal stunting, kemudian dia bertanya: "Stunting itu apaan sih? apanya stuntman?"
Maka dari itu harus ada intervensi di daerah-daerah yang memiliki angka stunting tinggi, supaya orangtua dan masyarakat sadar betul apa itu stunting dan bahayanya.
Program Kampung Anak Sejahtera
Disinilah Program Kampung Anak Sejahtera hasil kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Foodbank Indonesia berjalan.
Program lintas sektor ini melibatkan pemerintah, sektor usaha, masyarakat dan media untuk sama-sama memerangi stunting dengan bekerjasama melakukan Pelatihan Pembuatan Pangan Lokal untuk Balita.
Lho apa hubungannya pangan lokal dengan stunting?
Rupanya selama ini banyak sekali masyarakat yang mengonsumsi makanan tanpa memedulikan nilai gizinya. Makanan bergizi sendiri menjadi tidak menarik karena selama ini image makanan bergizi dianggap: tidak enak, tidak mudah didapatkan, harganya mahal dan sebagainya. Padahal sebenarnya makanan bergizi bisa kita dapatkan dengan mudah disekitar kita loh!
Jika image makanan bergizi ini berubah dan kegiatan masak memasak jadi sesuatu yang menyenangkan bagi ibu-ibu, maka pelan-pelan stunting bisa diatasi.
Nah untuk menyemangati para ibu-ibu untuk menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak dan keluarga, Foodbank Indonesia bekerjasama dengan KemenPPPA menggelar cooking class supaya para ibu-ibu punya inspirasi menyediakan menu sehat yang mudah dan lezat. Menu yang diajarkan kepada ibu-ibu kali ini adalah brownies singkong dan nugget ayam.
Disini saya bertemu dengan Pak Hendra Jamal, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Kesejahteraan KemenPPPA dan Pak Hendro Utomo, pendiri Foodbank Indonesia dan mendengar cerita mereka selama bertahun-tahun mencoba mengentaskan stunting di berbagai daerah.
Menurut Pak Jamal, pemenuhan gizi anak merupakan bagian dari perlindungan hak-hak anak loh! Jadi gizi anak juga harus dipenuhi oleh orangtua dengan sebaik mungkin karena itu adalah hak anak juga. Nah untuk itu, orangtua khususnya para ibu yang banyak terlibat dalam mengurus anak harus diedukasi soal gizi dan nutrisi. Caranya biar fun? Ya dibuatlah acara-acara seperti ini supaya para ibu terinspirasi dan semangat mengolah makanan bergizi.
Pak Hendro dari foodbank juga mengiyakan, karena sebenarnya orangtua bisa memanfaatkan bahan pangan lokal yang tersedia dilingkungan sekitar kita untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Kalau bahan pangan lokal (apalagi yang ditanam di lingkungan rumah) kan jelas asal-usulnya, apabila diolah dengan baik bisa punya nilai gizi yang tinggi!
Bahu membahu dengan pemerintah desa dan aparatur desa dan dusun, KemenPPPA dan Foodbank Indonesia bersama-sama nih membuat program-program menarik seperti makan bareng balita untuk menstimulasi anak-anak makan bersama, juga membiasakan para ibu untuk memasak makanan yang bergizi tinggi.
Hanya saja, untuk membuat panganan yang bergizi memang ga cukup kalo cuma sekedar 'sehat'. Apalagi anak-anak sekarang sudah terbiasa dengan aneka makanan yang menarik dari segi bentuk dan warna, jadi orangtua harus kreatif untuk mengakali kondisi ini.
Nah di cooking class ini, dengan panduan dari Chef Nana, para ibu-ibu desa tanjunganom belajar cara mengolah singkong dan sayur-sayuran menjadi makanan yang bergizi dan menarik.
Karena biasanya anak-anak nggak suka sayur, Chef Nana mengajarkan resep nugget ayam sayur. resepnya ini gampang banget, cukup menggunakan sayur-sayuran yang dicincang dan daging ayam giling yang dijadikan adonan, dikukus dan ditaburi tepung panir sebelum digoreng. Nugget ayam sayur ini juga bisa disimpan dikulkas sehingga ibu-ibu bisa membuat dalam jumlah besar dan dibekukan.
Kita yang orang dewasa aja kalo disuruh makan sayur terus pasti muak, apalagi anak-anak yang lidahnya jauh lebih sensitif kan? makanya diperlukan tips dan trik untuk mengolah sayur-sayuran jadi makanan yang lezat dan bernilai gizi tinggi tapi tetap menarik di mata anak-anak!
Saya masih ingat waktu saya kecil, ibu saya suka mengolah sayur-sayuran dengan cara mencincang hingga nggak ketauan kalo itu adalah sayur supaya saya mau makan sayur. Lama kelamaan saya jadi terbiasa juga kok dengan rasa sayur, bahkan sekarang saya suka banget sama sayur. Jadi kalo sayur diolah dengan kreatif, maka anak-anak juga jadi pede untuk makan sayur karena sudah tertanam mindset bahwa sayur itu enak.
Selain nugget dari ayam dan sayur, singkong yang mudah didapatkan disekitar Kepil juga diolah menjadi brownies singkong. Resepnya mudah sekali dan tidak membutuhkan oven maupun mixer. Rasa brownies ini nggak kalah sama brownies chain-chain besar loh! tapi yang terpenting adalah bahannya murah dan mudah didapatkan.
Sehabis masak memasak bahkan sudah ada beberapa ibu-ibu yang 'siap memesan' masakan teman-temannya karena memang rasanya enak sekali. Hangatnya canda dan tawa antara para ibu dan relawan bener-bener bikin semangat!
Makanan dengan bahan-bahan lokal, apalagi yang organik dan tumbuh di halaman rumah kita sendiri tentunya lebih sehat ketimbang jajanan-jajanan yang tidak jelas asal muasalnya. Emang sih, awalnya pasti butuh effort lebih, tapi percaya deh, masa depan anak yang sehat cukup bergantung dari apa yang kita lakukan sekarang.
Nah karena di dusun Bungasan, desa Tanjunganom, Kepil Wonosobo ini sudah terbentuk relawan kampung anak sejahtera, harapannya sih kedepannya program ini akan terus berlangsung. Melihat antusiasme para ibu sih saya yakin program ini akan berlanjut terus, karena mereka begitu antusias mengikuti kegiatan memasak dan makan bareng balita ini.
Program serupa juga sudah berlangsung sejak bulan Juli di tempat-tempat lain yaitu di Desa Bulagor, Kabupaten Pandeglang; Desa Cibatok Dua, Kabupaten Bogor; Desa Selomirah, Kabupaten Magelang dan Desa Tambak Kalisogo, Kabupaten Kalisogo. Jadi bukan hanya di Wonosobo juga melainkan sudah ada lokasi-lokasi lain yang menjadi target dari program Kampung Anak Sehat ini.
Harapannya, di kemudian hari kasus stunting akan berkurang bahkan hilang sama sekali. Semoga saja demikian ya!
Minggu, 10 November 2019
.
health /
Philanthropic
.
Mbak agi edit foto pake aplikasi Nichi bukan si ?
BalasHapusGemes amat.
btw iya kemarin aku juga habis ikut acara BPOM, di Jakarta pun masih ada aja yang stunting terlebih didaerah padat penduduk dekat sungai2.
Wah kalau aku dulu waktu kecil juga muak disuruh makan sayur terus, sekarang malah muak karena beli makan ayam ayam terus. Sayur yang dulu ku lepeh lepeh sekarang kurindukan keberadaannya.
di jakarta masih ada? omg kirain selama ini di jkt seenggaknya ibu-ibunya udah melek sosmed, minimal ikut grup fb ibu-ibu, kan disela-sela curhat banyak tuh info-info gizi
HapusBTW, itu seriyusan ada temanmu yg nanya.. Apanya stuntman????
BalasHapusbeneran wkwkw, memang begitu temanku semuanyalucu-lucu, termasuk mba tinbe :""D
HapusHarus punya taktik ya, biar anak suka makan sayur, salah satunya bikin nugget ayam sayur.
BalasHapusSeneng kalau pemerintah dan masyarat bersineri begini.Semoga berlanjut
BalasHapusHarusnyaa sadar ketika periode emas tumbuh kembang anak di 1000 hari pertama kehidupan bener2 harus dijaga semuanya mulai dari gizi, sanitasi, dan segalanya
BalasHapusWalopun emaknya gak pandai bikin makanan yang bergizi, semoga anakku tumbuh kembang dengan normal, termasuk TB, LK dan lain-lainnya. Semoga Indonesia segera bebas stunting.
BalasHapusYa ampun. Positif sekali ya kegiatannya. Terharu deh Gi baca ini. Semoga banyak ibu2 yang makin cerdas untuk memasak sehat, dan Mslh stunting bisa berkurang di Indonesia.
BalasHapusNah bener banget nih, asupan bergizi itu hak anak. Paling gampang buat anak sekarang ya nugget. Cuma, kalau nugget terus, anak bosen. Jadi emang kudu selalu kreatif tuh para ibu. Tapi ini acaranya keren, di Kepil lagi. Tetanggaku wkwkwk
BalasHapusBeberapa kali aku juga ngulas stunting di blog, emang bahaya banget sih mbak bagi anak-anak kecil. Utamanya sih sama internal dulu, orangtua mereka. Tanpa edukasi makanan yg baik itu bahaya banget dampaknya. Thanks for share Mbak :)
BalasHapusYaampon, kamohhh kok asyique ikutan event bermanfaat kayak gini... apalagi diajarin stategi mengatasi stunting, paling asyik kayaknya bagian masak-masak dan icip-icip deh... agak tricky ya masak begini tu
BalasHapusSedih banget klo liat anak menderita stunting. Biasanya sih karena faktor ekonomi mbak dan mereka yang orangtuanya berpendidikan rendah.Kayak tetangga desaku dulu. Kegiatan sosialisasi seperti ini perlu disebarluaskan biar masyarakat semakin tahun dan peduli. Thx for sharing mbak Agi :)
BalasHapusAku baru denger lho ada kondisi dengan istilah stunting ini. Kalo nggak ada campur tangan aktif dari pemerintah dan masyarakat setempat, mungkin para orang tua juga nggak akan aware gimana cara ngatasinnya. Semoga program ini juga dicontek sama daerah2 yang belum mengadakan.
BalasHapuswah menambah insight bagus nih.. ngeri juga stunting yaa kalau stunting ga mendapat perhatian khusus baik dari pemerintah mau pun si ibu sendiri.. tapi kalau ada program macam nii ya mantap jiwa lah, semoga kasus stunting bisa berkurang
BalasHapusBeruntungnya anak-anak yang masih bisa diberikan gizi yang cukup. Banyak anak-anak Indonesia diluar sana yang belum bisa mendapatkan hak mereka di usia mereka. Banyak menjadi korban perceraian, perang antar suku, bencana, sehingga mereka tidak bisa menikmati masa bermain mereka. Bahkan banyak diantaranya yang ditelantarkan, dibuang, sehingga gizi juga tidak tercukupi. Namun ada UNICEF lembaga PBB dunia yang bergerak di bidang sosial perlindungan anak-anak dan perempuan. Mereka sudah lama menjaga anak-anak Indonesia dan membantu mendapatkan hak mereka, kita pun juga bisa membantunya dengan donasi melalui mereka. Tapi banyak dari kita yang takut donasi di UNICEF karena takut tidak tahu cara berhenti donasi UNICEF. Padahal itu perkara yang mudah kok, yuk bergerak bantu anak-anak Indonesia.
BalasHapus