Saya harus mengakui bahwa kemampuan membaca cepat saya semakin berkurang semenjak kuliah dan uang jajan harus di skimp habis-habisan demi bisa bertahan hidup di akhir bulan, tapi setelah 2,5 bulan akhirnya novel ini saya tamatkan juga. Novel apa sih?
Judulnya Mikayla. Penulisnya Andrea Juliand. Saya review bukan karena dia sepupu saya, melainkan karena saya memang kangen baca buku. Terakhir saya bisa duduk anteng menghabiskan waktu untuk membaca buku adalah di tahun 2013. Semenjak saya punya e-book reader, tumpukan novel dirumah seakan tiada artinya. Mungkin karena itu juga bahasa Indonesia saya makin amburadul dan makin keminggris.
Saya memang butuh waktu untuk duduk, diam, dan baca buku.
Mikayla Penulis: Andrea Juliand Penerbit: Diandra Kreatif Cetakan 1, Juli 2017 249 halaman - paperback |
Meskipun saya tahu cerita dari Mikayla ini agak menyerempet-nyerempet kehidupan pribadi penulisnya, izinkan saya bercerita lebih dulu soal pengalaman saya menenteng-nenteng novel setebal 249 halaman ini kemana-mana.
Pertama: Saya suka kertasnya yang ringan.
Saya nggak suka novel yang kertasnya berwarna putih. Ngga tahu kenapa, menurut saya white on black itu harsh banget di mata. Karena kertasnya agak kuning dan ringan, novel ini jadi lebih enak dibaca.
Kedua: Saya suka footnotes-footnotes ajaibnya.
Entah kenapa menurut saya, footnote-footnote lucu yang diselipkan Andrea dalam Mikayla mengingatkan saya pada John Green dan unimportant trivias yang sering saya share dalam blog saya. Seneng aja bacanya, seolah-olah kita dibawa dalam pikiran Andre--tokoh utamanya ya, bukan penulisnya--ketika sedang mengalami peristiwa tersebut.
Novel Ringan Soal Cinta
Jujur aja, saya paling males baca soal cinta-cintaan. Selain karena kehidupan percintaan saya sudah dramatic enough (e.g: diturunin di pinggir jalan sama mantan) rasa-rasanya saya memang lebih seneng baca cerita yang tokoh utamanya mati (inilah kenapa saya eneg banget ketika Tokyo Ghoul dibikin sequelnya)
Tapi, jujur saya kaget ketika cerita di Mikayla ini nggak semenye-menye yang saya pikir. (Maaf ya ndre, ekspektasi gue ke novel lo emang begitu banget)
Saya kaget ketika dibawa mengarungi roller coaster konflik yang disusun sedemikian rupa oleh penulisnya, misalnya ketika Andre harus menghadapi kenyataan bahwa Mika ternyata sakit (sfx: jeng jeng jeng jeeeng) terus masih banyak konflik lainnya yang bikin kamu bingung kenapa Andre masih bisa bertahan.
Sumpah susah banget nge-review Mikayla ini tanpa spoiler. Se-bertubi-tubi itu konfliknya.
Kalo saya jadi andre, mungkin saya udah melambaikan tangan ke kamera. Nyerah.
Meskipun saya bakal lebih appreciate kalo Mika nya ternyata gangguan jiwa atau apa terus novelnya berubah jadi novel bunuh-bunuhan, tapi saya sempet mak-deg begitu membaca cerita yang awalnya happy terus jadi sedih sesedih-sedihnya sedih.
Terus saya ikutan sedih juga. terus seneng lagi. terus sedih lagi. Iya, segitunya.
Kamu Pernah Patah Hati?
Buku ini ditulis dengan riset mendalam dari Andrea Juliand. Terbukti ada banyak sekali istilah medis yang digunakan di dalam buku ini. Saya harus bilang, untuk orang yang belum mengalami kejadian seekstrem cerita novel ini, penulisya bisa menggambarkan rasa sakit Mikayla dengan detil.
Jadi novelnya nggak cuma menye aja, tapi menye yang mengedukasi gitu. Ada paparan ilmu medis, filsafat, sosiologi... Masih ada pesan moralnya juga. Lengkap lah ya.
Paparan alur juga ngga cuma berkutat seputar rasa sakit Mikayla, melainkan juga soal pencarian jati diri dari kedua tokoh utamanya. Ya biasa deh, kisah Tuhan memang satu kita yang berbeda *kemudian nyanyiin lagu Afgan*
Rasa mak-nyesss nya patah hati juga digambarkan Andrea Juliand dengan apik. Ini jelas, karena cerita ini semi-semi terinspirasi dari kisah nyata penulisnya *dikeplak andre pake nota toko* tapi justru disitulah 'seni' nya menurut saya: bahwa kita tetap nggak akan bisa kabur dari kenyataan.
Jadi patah hati itu emang sakit. Tapi lebih sakit lagi kalau habis patah hati terus menyerah begitu saja, mungkin begitu kira-kira yang mau disampaikan oleh Andrea.
And Then I Came to My Own Conclusion
"Coba ya itu kaum hawa, sudah mutusin seenak jidat, bakal ninggal nikah, tapi masih bilang sayang... kepengen banget kelilipan bambu runcing ya?" - Mikayla pg. 218
Novel ini sangat terasa aura ke-personal-annya.
Ada sih hal-hal yang ganggu kaya setting lokasi yang berubah-ubah dengan cepat kaya hatimu tapi menurut saya ini masih terbilang wajar untuk sebuah karya pertama dari penulis yang sebelumnya nggak punya pengalaman menulis sama sekali.
Tapi novel ini tetap layak untuk dibaca, bahkan cocok banget buat kamu yang lagi patah hati, ngegalau dipinggir kedai kopi sambil ngeliatin langit yang mendung di luar sana.
Jangan dibayangkan isinya kayak novel sastra yang berat berat gitu ya! cerita di Mikayla ini bisa dibilang cukup ringan dan bisa dinikmati oleh siapa saja, dari remaja hingga dewasa. Meskipun tokohnya adalah tokoh muda-dewasa, tapi topik pembicaraan di dalam novel ini masih PG 13+ kok.
Penuturan-penuturan Andre yang jujur 'ngena' banget, cocok banget buat kamu yang lagi galau mikir soal pasangan. Asli.
Tertarik Membeli Mikayla?
Kamu bisa mendapatkan Mikayla di toko-toko buku favorit kamu. Harga jualnya tidak terlalu mahal, hanya sekitar 60-an ribu. It is very much worth it considering the amount of information you get in this book. Asli lengkap banget, karena kamu dapet info-info menarik seputar penyakitnya Mikayla.
Dan demikianlah review saya mengenai novel Mikayla karya Andrea Juliand. Needless to say, i'm happy with the book. Tapi diluar sana masih hujan dan saya cuma bisa memandangi langit sambil menghela nafas:
"Kadang apa yang terlihat baik bagimu, mungkin tak baik di mata Tuhan" - mikayla
Saya harus mengakui bahwa kemampuan membaca cepat saya semakin berkurang semenjak kuliah dan uang jajan harus di skimp habis-habisan demi bisa bertahan hidup di akhir bulan, tapi setelah 2,5 bulan akhirnya novel ini saya tamatkan juga. Novel apa sih?
Judulnya Mikayla. Penulisnya Andrea Juliand. Saya review bukan karena dia sepupu saya, melainkan karena saya memang kangen baca buku. Terakhir saya bisa duduk anteng menghabiskan waktu untuk membaca buku adalah di tahun 2013. Semenjak saya punya e-book reader, tumpukan novel dirumah seakan tiada artinya. Mungkin karena itu juga bahasa Indonesia saya makin amburadul dan makin keminggris.
Saya memang butuh waktu untuk duduk, diam, dan baca buku.
Mikayla Penulis: Andrea Juliand Penerbit: Diandra Kreatif Cetakan 1, Juli 2017 249 halaman - paperback |
Meskipun saya tahu cerita dari Mikayla ini agak menyerempet-nyerempet kehidupan pribadi penulisnya, izinkan saya bercerita lebih dulu soal pengalaman saya menenteng-nenteng novel setebal 249 halaman ini kemana-mana.
Pertama: Saya suka kertasnya yang ringan.
Saya nggak suka novel yang kertasnya berwarna putih. Ngga tahu kenapa, menurut saya white on black itu harsh banget di mata. Karena kertasnya agak kuning dan ringan, novel ini jadi lebih enak dibaca.
Kedua: Saya suka footnotes-footnotes ajaibnya.
Entah kenapa menurut saya, footnote-footnote lucu yang diselipkan Andrea dalam Mikayla mengingatkan saya pada John Green dan unimportant trivias yang sering saya share dalam blog saya. Seneng aja bacanya, seolah-olah kita dibawa dalam pikiran Andre--tokoh utamanya ya, bukan penulisnya--ketika sedang mengalami peristiwa tersebut.
Novel Ringan Soal Cinta
Jujur aja, saya paling males baca soal cinta-cintaan. Selain karena kehidupan percintaan saya sudah dramatic enough (e.g: diturunin di pinggir jalan sama mantan) rasa-rasanya saya memang lebih seneng baca cerita yang tokoh utamanya mati (inilah kenapa saya eneg banget ketika Tokyo Ghoul dibikin sequelnya)
Tapi, jujur saya kaget ketika cerita di Mikayla ini nggak semenye-menye yang saya pikir. (Maaf ya ndre, ekspektasi gue ke novel lo emang begitu banget)
Saya kaget ketika dibawa mengarungi roller coaster konflik yang disusun sedemikian rupa oleh penulisnya, misalnya ketika Andre harus menghadapi kenyataan bahwa Mika ternyata sakit (sfx: jeng jeng jeng jeeeng) terus masih banyak konflik lainnya yang bikin kamu bingung kenapa Andre masih bisa bertahan.
Sumpah susah banget nge-review Mikayla ini tanpa spoiler. Se-bertubi-tubi itu konfliknya.
Kalo saya jadi andre, mungkin saya udah melambaikan tangan ke kamera. Nyerah.
Meskipun saya bakal lebih appreciate kalo Mika nya ternyata gangguan jiwa atau apa terus novelnya berubah jadi novel bunuh-bunuhan, tapi saya sempet mak-deg begitu membaca cerita yang awalnya happy terus jadi sedih sesedih-sedihnya sedih.
Terus saya ikutan sedih juga. terus seneng lagi. terus sedih lagi. Iya, segitunya.
Kamu Pernah Patah Hati?
Buku ini ditulis dengan riset mendalam dari Andrea Juliand. Terbukti ada banyak sekali istilah medis yang digunakan di dalam buku ini. Saya harus bilang, untuk orang yang belum mengalami kejadian seekstrem cerita novel ini, penulisya bisa menggambarkan rasa sakit Mikayla dengan detil.
Jadi novelnya nggak cuma menye aja, tapi menye yang mengedukasi gitu. Ada paparan ilmu medis, filsafat, sosiologi... Masih ada pesan moralnya juga. Lengkap lah ya.
Paparan alur juga ngga cuma berkutat seputar rasa sakit Mikayla, melainkan juga soal pencarian jati diri dari kedua tokoh utamanya. Ya biasa deh, kisah Tuhan memang satu kita yang berbeda *kemudian nyanyiin lagu Afgan*
Rasa mak-nyesss nya patah hati juga digambarkan Andrea Juliand dengan apik. Ini jelas, karena cerita ini semi-semi terinspirasi dari kisah nyata penulisnya *dikeplak andre pake nota toko* tapi justru disitulah 'seni' nya menurut saya: bahwa kita tetap nggak akan bisa kabur dari kenyataan.
Jadi patah hati itu emang sakit. Tapi lebih sakit lagi kalau habis patah hati terus menyerah begitu saja, mungkin begitu kira-kira yang mau disampaikan oleh Andrea.
And Then I Came to My Own Conclusion
"Coba ya itu kaum hawa, sudah mutusin seenak jidat, bakal ninggal nikah, tapi masih bilang sayang... kepengen banget kelilipan bambu runcing ya?" - Mikayla pg. 218
Novel ini sangat terasa aura ke-personal-annya.
Ada sih hal-hal yang ganggu kaya setting lokasi yang berubah-ubah dengan cepat kaya hatimu tapi menurut saya ini masih terbilang wajar untuk sebuah karya pertama dari penulis yang sebelumnya nggak punya pengalaman menulis sama sekali.
Tapi novel ini tetap layak untuk dibaca, bahkan cocok banget buat kamu yang lagi patah hati, ngegalau dipinggir kedai kopi sambil ngeliatin langit yang mendung di luar sana.
Jangan dibayangkan isinya kayak novel sastra yang berat berat gitu ya! cerita di Mikayla ini bisa dibilang cukup ringan dan bisa dinikmati oleh siapa saja, dari remaja hingga dewasa. Meskipun tokohnya adalah tokoh muda-dewasa, tapi topik pembicaraan di dalam novel ini masih PG 13+ kok.
Penuturan-penuturan Andre yang jujur 'ngena' banget, cocok banget buat kamu yang lagi galau mikir soal pasangan. Asli.
Tertarik Membeli Mikayla?
Kamu bisa mendapatkan Mikayla di toko-toko buku favorit kamu. Harga jualnya tidak terlalu mahal, hanya sekitar 60-an ribu. It is very much worth it considering the amount of information you get in this book. Asli lengkap banget, karena kamu dapet info-info menarik seputar penyakitnya Mikayla.
Dan demikianlah review saya mengenai novel Mikayla karya Andrea Juliand. Needless to say, i'm happy with the book. Tapi diluar sana masih hujan dan saya cuma bisa memandangi langit sambil menghela nafas:
"Kadang apa yang terlihat baik bagimu, mungkin tak baik di mata Tuhan" - mikayla
Udah lama banget kayaknyaa..nggak baca novel apalagi tentang cinta-cintaan. Karena udah tau realitanya kayak gimana *lah. Tapi bisalah ya ini kayaknya jadi list to read
BalasHapuskisah cinta memang nggak pernah ada habisnya ya...aku juga kadang males baca cinta-cintaan tapi ada kalanya juga butuh, hehe karena kadang ceritanya menawarkan kisah cinta yang beda-beda. Barangkali ini salah satunya, boleh lahh :)
BalasHapusItu quotesya yang bambu runcing bikin ketawa Mba, tapi aku sebagai perempuan males banget sama cewek kayak gitu. Putus2 aja lah apalagi dah mau nikah, kasihan amat yang mau jadi suaminya. Perempuan harus tegas dan adil tanpa mengurangi kelembutan dan kasih sayangnya :p *eaak
BalasHapusWui, diambil dr pengalaman pribadi yah...
BalasHapus